Friday, November 02, 2012

Selamat Hari Pahlawan

Kurang lebih seminggu lagi kita sebagai rakyat Indonesia akan memeringati hari pahlawan. Untuk kembali mengingat arti terdalam kemerdekaan. Untuk bisa teriak dari hati dengan suara terlantang dengan terus berkarya sebaik-baiknya karena kita sudah MERDEKA!

Menoleh

Bentuk kepalan
Angkat tinggi di atas kepala
Jadikan kepalan sebagai pesan
Bahwa kita masih dengarkan
Teriakan para pahlawan
Menoleh ke belakang
Lihat yang ditinggalkan
Pelajaran tak harus dalam halaman
Buku sekolahan
Buka wawasan

Wahai Pemuda
Pergilah ke taman makam pahlawan
Dan tataplah nisan-nisan di sana
Berteriak dalam hening mereka
Nyata terbaca nama Pemuda

Sebagai identitas mereka tak ada yang tahu pasti namanya
Tapi kata terakhir dari mulut mereka: MERDEKA!
Ingatkah kota Surabaya di bulan November tahun empat lima
Belanda menyerang dalam ribuan persenjataan berat udara dan darat
Berhadap-hadapan dengan kiamat
Kecil kemungkinan selamat
Berdiri menerjang ketidak mungkinan
Bermodal impian juga semangat berikan hormat!

Bentuk kepalan
Angkat tinggi di atas kepala
Jadikan kepalan sebagai pesan
Bahwa kita masih dengarkan
Teriakan para pahlawan
Menoleh ke belakang
Lihat yang ditinggalkan
Pelajaran tak harus dalam halaman
Buku sekolahan
Buka wawasan

Wahay Pemuda
Betapa gagah dan cantiknya
Tapi dibalik keindahannya tersimpan keraguan untuk berkarya
Takut gagal katanya
Untuk apa merdeka? Untuk apa nyawa mreka?
Pahlawan kita? Kalau anak cucunya terkekang oleh pikiran mereka
Betapa malunya?
Pejuang bermodal tinta menorehkan kata-kata
Berjuang banyak caranya termasuk dengan duduk berdiam dan dengan menuangkan buah pikirnya
Mohammad Hatta
Ki Hadjar Dewantara
Mohammad Yamin dan Kartini juga
Inspirasi dari mreka jadi bahan bakar slama-lamanya

http://www.youtube.com/watch?v=bqDlcPo0XoM


Tuesday, October 16, 2012

The Beauty Inside


I always need a dose of romanticism once in awhile. Before Sunrise and Before Sunset usually fulfill the need, but now I found a new one. The Beauty Inside social films. You can read what the films all about here

I quickly hooked by the films because I thought about the idea once. The idea that, what if you keep changing to be every different person each day? What’s your life gonna be like? The films show it beautifully.  
The first episode successfully zapped me. Good execution, flowing narrative, clear message. It's sharp.


“Everyday I’m a different person, but inside I’m always me.” 


The second episode. Is my favorite. Because it’s very rare we got struck deep that make the world suddenly froze. This episode captured it perfectly.
“I’ve been here a hundred times. Was I not paying attention?” 

The third, my guess would be every girls’ favorite. The romanticism became real, touchy and sweet. I like it because it has a real pain at the end.  
“I would see her again. But she would never see me.”

The fourth, second of my favorites. To see the love of your life missing you badly and yet you can’t be with her is excruciating. Making you wish there’s a doctor who can do kangensektomi, a medical procedure that eliminate our feeling of longing.   
“I was running out of ideas. I wanted to see her again.

Fifth. Is the most sad of all. Made me out of breath after watching it. The truth hurts. 
“I don’t date. I just break up with people”

The last. Gave a hope. That every one of us has a special one. Out there. But close.
“I found the last page in the sky”.


Sunday, July 29, 2012

The Dark Knight Rises Rinses the Dark


I hate saying this, but I hate The Dark Knight Rises.

Please don’t kill me just yet Batman diehards, I love Batman as much as you do.

My expectation goes through the roof after seeing The Dark Knight. Nolan perfectly depicted Batman’s dark side. I got awed to see how Batman fought for people of Gotham and then labeled as criminal by them because all they know he murdered Gotham’s hero, Harvey Dent. 


On top of that, the alter ego, Bruce Wayne, lost Rachel Dawes, the only women of that eccentric billionaire ever fall in loved with. Then those darkness paid by the safety upon Gotham city by its own good citizens, making the Joker wrong. The unbeatable Joker terror was lost over hope and good will. It was all a good balance.

But, in The Dark Knight Rises (TDKR), Nolan failed to capture The Dark Knight’s darkness. Right from the start. After being labeled as criminal, for the last 8 years Batman was simply gone. What? So why bother labeled him as criminal just to make him gone? That’s not Dark Knight, being the Dark Knight is to keep fighting the crime while being labeled as criminal! 


Not merely that, Bruce Wayne couldn't move on after loosing his love? What Nolan should've done was show us how Batman can still fight the crime as criminal while Bruce Wayne stays broken hearted. It’s about how Batman/Bruce continue their heroic lives while the whole world tries to pull them down. That's Dark Knight's darkness. Because no matter what, Batman always has righteous mean that motivates him, he can endure any emotional pain for the greater good. He always has. That what makes him a superhero. 

Then I thought, ok maybe it’s just a start, capturing the dark thing would come afterwards. But guess what, they never came. The plot was going nowhere, too many shallow subplots that drained our energy and making us even less care about the super banal main plot.  

ImageJust look at the final scenes (spoiler alert!), a kiss before fighting the last battle, saving the city in the nick of time and not being blown up by the bomb? Really? There are million ways to do ending better than every man of the expendables have done it.


Why, Nolan? Why??

I got disappointed this time. Really disappointed. There’s no way I would watch it four or five times like The Dark Knight. Just like what Panadol says, “one is enough”. 



Thursday, July 12, 2012

#PulpTips


Falling in love without really falling

Image
Entah si Cupid kurang jago manah, atau emang suka iseng aja asal manah, kita pasti pernah suka banget bahkan jatuh cinta sama orang yang biasa aja perasaannya ke kita. Sialnya, kita nggak bisa nolak perasaan itu. Kalau bisa nolak bukan jauh cinta namanya.

Nah kalau gayung tak bersambut gini, biasanya banyak hal bodoh dan ekstrem terjadi. Baik yang dilakukan sama cowok-cowok atau cewek dari pihak yang tak bersambut. Biar hal-hal yang tidak diinginkan itu terjadi, berikut cara yang bisa dilakukan:

Injek rem sekuat-kuatya
Bukan yang ada di sebelah pedal gas, tapi yang ada di hati kita. Heh? Hati ada remnya? Ada, namanya hati kecil. Waktu lagi ngebet-ngebetnya kita sama target yang biasanya ditandai dengan nggak pernah bosen ketemu, pengen cerita semuanya, bahkan sampai yang pengennya telanjang aja di depan dia (yg ini memang perlu perawatan sih sepertinya), coba direm sekuat mungkin. Tahan dengan berbagai cara. Coba kirim-kiriman messagenya sambil olahraga, maen game action yang nggak ada jedanya, atau ikat diri di tiang listrik. Hal ini bikin kita nggak terlalu galau nunggu balasan dan terlalu cepat membalas. Menahan diri ini sangatlah penting. Pertama biar target nggak jadi ilfil sama overwhelmed caring yang bakalan bikin eneg. Sama kedua, amount dari caring kita juga nggak sebanyak yang kita kira. Nanti disaat kita menemukan seseorang yang mencintai kita balik, caring kita sudah depleted.

Tapi sayangnya, hati kecil tidak selalu kuat menahan, karena memang cinta punya kekuatan yang tak terkira, bahkan mungkin terkuat di semesta. Nah kalau rem hati tidak pakem lagi atau blong karena diacuhkan, coba lakukan cara kedua berikut ini

Too much love will save you
Berubahlah dari jomblo monokotil menjadi jomblo dikotil atau bahkan multikotil. Maksudnya, jangan cuma suka ke satu orang aja. Coba sebar rasa peduli ke beberapa target yang emang kita mau pacari. Sebisa mungkin mereka single. Kalaupun nggak juga nggak papa, but at least they’re available.

Hal ini cukup menyenangkan. Kita bisa dapat banyak pengetahuan pergaulan dan bahasa-bahasa gaul yang berbeda, tergantung self defense mechanism mereka. Ada yang berbahasa inggris melulu karena mungkin dulu kuliah atau pernah tinggal di luar dan masih pengen berada di sana (tipe yang agak susah move on yang ini, hati-hati kalau dia kepatil). Ada yang pakai banyak istilah aneh karena belum mau sepenuhnya terbuka. Atau yang jawabnya pakai kata-kata pendek, yang ini jelas udah nggak niat sama kita atau banyak banget gebetannya.  

Selain gaya bahasa, kecepatan membalas juga pengaruh. Coba sebar satu issue ke mereka , lalu perhatikan balasannya, mana yang lebih cepat, mana yang ngasih solusi, atau mana yang asal. Kalau diantara semua akhirnya tersisa cuma si dia yang kamu masih mau prospek, jangan langsung mati-matian ngejar dia. Tetap tenang. Karena masih ada cara ketiga

Be a Master
At anything. Kuasai apakah itu pekerjaan, hobi atau tamatin game-game yang susah. Salurkan energy dan focus ke hal-hal tadi biar kita nggak selalu gala. Efek dari keseriusan mendalami sesuatu ini, selain si target jadi tidak terganggu, we might really achieve something. Become so good at it and become a winner. And when we do, big chance we’ll find another crush, a ‘better’ one. *truestory* 

Free Falling
Kalau ternyata emang harus balik lagi ke si doi, udah nggak salah lagi, she/he might be the one (sekali-kali pake kata ini nggak papa donk) (alright, the one, for now), nggak ada lagi yang bisa dilakukan selain menikmati hancurnya hari karena jatuh cinta. Hati hancur kok dinikmati? 

Waktu hati kita berserakan, badan rasanya gamang. Kayak kalau lagi giting. Badan juga enteng. Walaupun nggak bisa fokus. Enak bawaannya. Di patah hati yang pertama-pertama kemungkinan besar kita banyak melakukan hal bodoh. Kayak nungguin di depan rumahnya sampai dia keluar (kayak di film apa ya adegan ini). Bahkan ada yang mengancam bunuh diri (jaminan nggak akan langgeng yang ini sih). 

Biarin aja masa-masa galau ini terjadi sehari dua hari, maksimal lima hari lah. Biasanya, selama masa-masa ini banyak kesempatan atau hal-hal menarik datang. Bentuknya bisa macam-macam, bisa ditawarin jalan-jalan gratis sama orang tua, teman lama muncul kembali, tawaran pekerjaan. 
Karena itu sebisa mungkin kita bisa tetap waras. Karena bagaimanapun roda hidup terus berputar, sebagian bilang karma yang relijius akan bilang Tuhan ke kita. Apa pun itu, things will get better. They always do. 


So don't worry so much by holding back the love. Let it out and see how it goes. Because as much as we wanted to be fully loved every single second, to found someone and be able to love her/him fully every single milliseconds is a fundamental happiness.  



Wednesday, April 18, 2012

Ngurus Orang

Ngurus orang itu susah. Salah satu Crative Director di agency multinasional terbesar di Indonesia pernah bilang,”mendingan kasih gw kerjaan yang banyak daripada gw harus ngurus orang”. Memang pernyataan itu hanya keluar saat ngobrol-ngobrol ringan saja bukan pernyataannya ke manajemen. Tapi sekarang saya mengerti benar maksudnya.

Menurut saya mayoritas orang Indonesia adalah pekerja yang malas. Tidak seperti Singapura dengan kiasu-nya (kiasu=fear of losing) dan orang India dengan fear to be perceive as a stupid-nya. Orang Indonesia menganut pedoman dikit berusaha banyak dapatnya. Hal ini semakin menjadi karena mungkin koruptor terus bebas di negeri ini.

Saya ingat masa di mana saya baru masuk ke dalam industri. Saya sering overdone the work. Bikin headline dengan banyak sekali versi malah kadang saya gabung hingga jadi cerita. Agak jadi nggak fokus memang tapi itu cara saya menyukai pekerjaan ini. Saya bikin asik aja, walaupun begitu sampai di klien, mintanya bikin yang biasa-biasa saja.

Bahan bakar utama kerja di periklanan (seperti juga industri karya lainnya) cuma passion. Sejago-jagonya, sebanyak apa pun award yang pernah didapat, begitu passionnya hilang, orang itu akan jadi useless. Dan sebaliknya. Junior yang terus menyukai dan berusaha semaksimal mungkin bisa langsung jadi hero of the day ketika idenya hacep. Pertanyaannya adalah, bagaimana mengurus yang kebalikannya?

Bagaimana mengurus yang diminta bikin headline alternatif banyak, hanya membuka thesaurus dan menuliskan kata yang berbeda?

Bagaimana mengurus yang diminta membuat alternatif layout banyak hanya mengubah warna backgroundnya saja?

Bagaimana ketika diminta mengerjakan alternatif yang banyak mengerjakannya butuh waktu 3 kali lipat?

Dan ketika dipush untuk lebih cepat, malah izin nggak masuk keesokan harinya?

Itu baru dari satu sisi, belum lagi orang-orang dari samping

Bagaimana mengurus orang yang ditanya mana briefnya, jawabannya malah bertanya lagi menurut loe gimana?

Bagaimana mengurus orang yang ditanya strateginya apa, jawabannya malah idenya dulu aja, strateginya nanti setelah kreatifnya jadi?

Bagaimana mengurus yang minta kerjaan selesai besok dikasih jawaban nggak bisa malah nongkrong langsung ke orang studio?

Saat di-ambush dengan segala pertanyaan itu, kebetulan saya membaca blognya Paramita Mohamad, yang salah satu isi postingnya: “I guess many people leave their agencies because of people they work with. I truly empathize with them.”

Memang semua itu kekurangan yang akan membuat tertarik turun. Tinggal menentukan pilihan akan ikut turun dan berusaha mengangkat mereka pelan-pelan sambil terjatuh-jatuh bersama-sama. Atau terjatuh-jatuh mengangkat diri sendiri saat berlari atau mencoba terbang lebih tinggi di tempat yang berbeda dengan mereka.


Saturday, April 14, 2012

Keseimbangan Berputar

Kasihan banget blog ini mati suri cukup lama. Bohong kalau alasannya sibuk karena nyatanya selalu ada tulisan baru di journal berpassword di laptop ini. Merasa nggak ada faedahnya adalah alasan sebenarnya. Kemalasan memosting pun jadi berkerak.

Lalu postingan ini akan menghapus kerak itu? Belum bisa janji. Yang pasti sekarang sudah tahu faedahnya terus posting di sini, jadi setidaknya kerak malasnya tidak akan bertambah.

Apa itu faedahnya? Ketika sedang berada di luar negeri atau di mana pun saat saya sedang merasa kehilangan jati diri dan ada koneksi internet tapi tidak sedang ada laptop, saya bisa mendengar lagi suara saya sendiri. Hal ini cukup menenangkan dan membuat saya bisa men-summon diri saya sendiri masuk lagi.

Lalu apa suara hari ini?

Karena saya sudah membuat entry di journal berpassword, jadi saya posting saja entry itu di bawah ini:

Tiba-tiba agak sebal sama cerita basi dengan mengambil pesan mengenai orang tua super kaya yang mengukung anaknya dengan segala keputusan dan aturan. Di mana anaknya lalu memberontak dengan cara rebel yang kemudian berhasil mengubah keadaan.

180 derajat kebalikan sama kenyataan sehari-hari. Surely that’s why I hate it.

Walaupun kalau dipikir lagi sebenarnya sama. Kalau yang satunya segala kebutuhan terpenuhi baik materi maupun kasih sayang tapi minim kebebasan, yang satunya memiliki kebebasan tapi minim materi dan kasih sayang.

Sebalnya lagi, di film, cerita selalu habis saat keadaan seimbang. Materi, kasih sayang dan kebebasan berada di titik teratas semua. Tapi yang tidak diceritakan adalah kelanjutannya, bahwa setelah itu keadaan akan kembali berulang dari titik terbawah.

Contoh nyata: Seorang teman masuk ke universitas di luar negeri sesuai kemauan orang tuanya. Di tengah jalan ia memberontak sampai orang tuanya berhenti menyokong biaya hidupnya, padahal ia ada di negeri orang seorang diri. Jadilah ia surviving bermodalkan mimpinya. Ia yang tadinya memiliki materi dan kasih sayang namun tak memiliki kebebasan, langsung berubah 180 derajat. Kebebasan ditukar dengan kecukupan materi dan kasih sayang.

Ia pun harus makan mie instan sebungkus untuk tiga kali makan. Pagi siang malam. Banyak hal tak terbayangkan lainnya yang kiranya tak akan terjadi, tiba-tiba menjadi nyata. Dan harus tetap dihadapi. Sendiri. Tak ada materi dan kasih sayang, yang ada hanya kebebasan.

Akhirnya dengan segala upaya, ia pun berhasil. Kebebasan yang digunakannya untuk berkarya menghasilkan materi dan kasih sayang yang cukup. Ia pun “bahagia”.

Kalau hidupnya adalah sebuah film, ceritanya akan berhenti sampai di sini. Tapi di sinilah turning pointnya, square one, di mana kebebasannya kembali terenggut karena ia tidak bisa meraih mimpinya lebih tinggi lagi karena harus menjadi pewaris keluarga.

Apakah ia akan berani menukar kembali materi dan kasih sayang untuk kembali bisa mendapatkan kebebasannya untuk bisa meraih mimpinya yang lebih tinggi lagi? Saya pun masih menunggu kisah selanjutnya.

Jadi buat apa ngoyo ngejar kalau di ujung harus mulai dari awal?

Sebuah pertanyaan retorik yang levelnya sama dengan pertanyaan, “ngapain makan kalau nanti lapar lagi?” dan ribuan pertanyaan retorik yang identik.

Bagi saya jawabannya sederhana: itulah sistem hidup manusia, keseimbangan yang berputar.