Friday, January 09, 2009
Satu Bintang Untukmu Kutitipkan satu padamu, untukmu Sekerlip bintang di langit Tanda cinta sepanjang asa ******** Hanya Rindu Rinduku Sayang Tak bertepi seperti sepi Tak membiru karena beku Tak mengalir seperti air Karena Rinduku Sayang Menepi seperti ombak mencari pantai Biru seperti langit yang selalu mengganti malam Cair seperti darah di setiap inci tubuhmu Hanya Rinduku Sayang Selalu, Untukmu... Labels: CInta, poem, tulis menulis
Tuesday, December 16, 2008
Resensi Pertamaku menang lomba..Alhamdulillah
atau di http://catatandian.blogspot.com/
Resensi Istana Kedua.
“POTRET RATU ISTANA KEDUA”
Judul Karya Resensi : “Potret Ratu Istana Kedua”
Judul Buku : Istana Kedua
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Harga : Rp. 29.000
Tebal : 243 halaman
“Resensi “Istana Kedua”, Asma Nadia : “Potret Ratu Istana Kedua”,
Diperoleh kesan mendalam tentang Mei Rose, si Ratu Istana Kedua. Kesan yang memberi wawasan baru bagi pembaca mengenai para wanita yang menjadi penguasa Istana Kedua.
Novel dewasa karya Asma Nadia ini bercerita tentang kehidupan perkawinan Arini dan Pras. Kehidupan perkawinan yang terasa mulus oleh Arini ternyata dikhianati Pras. Tragisnya, pengkhianatan itu sudah terjadi beberapa tahun terakhir, tanpa diketahui Arini. Ada wanita lain yang menjadi belahan hati Pras, yaitu istri ke dua Pras. Dialah Mei Rose. Perempuan yang hidupnya penuh derita sekaligus sosok wanita kuat dan “tak berperasaan”.
Pemaparan alur cerita unik dengan tokoh sentral yang diceritakan berganti-ganti antara tiga tokoh utama; Arini, Pras dan Mei Rose pada tiap-tiap bab. Cara Asma menceritakan latar belakang kehidupan masing-masing tokoh, lengkap dengan masalahnya masing-masing, tidak membosankan dengan campuran flash back dan narasi. Selain itu Asma pun bertutur dengan sangat variatif. Asma, dengan cantik, menyelipkan penuturan yang seolah-olah merupakan hasil survey. Di lain waktu, Asma menggambarkan kejadian melalui analogi sebuah film (halaman 198), dan menyampaikan suatu topik melalui surat elektronik .Keseluruhan variasi membuat novel ini berbeda dari buku-buku novel dewasa lainnya yang cenderung menggunakan satu sampai tiga macam gaya bertutur. Bahkan dibandingkan buku-buku Asma lainnya, gaya menulis Asma di novel ini berbeda dengan cara di novelnya yang lain .
“Istana Kedua” membuktikan bahwa Asma adalah penulis serba bisa yang mampu menyesuaikan gaya menulisnya dengan segmen tujuan buku yang dihasilkan. Target buku ini jelas untuk pembaca dewasa, karena itu cara penyampaian serta gaya penulisan “kental” dengan nuansa kedewasaan. Sementara buku Asma untuk kalangan muda, sangat gaul dan , walau isinya serius, namun disampaikan dalam bahasa yang ringan, tepat sasaran dan tidak berpanjang-panjang.
Pemilihan jenis huruf yang berbeda untuk cara bertutur yang berbeda, juga memberi nilai tambah tersendiri. Misalnya ketika ada bagian cerita yang sedang diselesaikan Arini, penulisan tentang hasil survey, surat elektronik, dan lainnya, memberi penekanan pada pembaca bahwa bagian itu bukanlah penuturan “biasa” dalam novel ini.
Selain itu, dalam buku ini, Asma tidak banyak “berdakwah” tentang topik-topik Islam. Beberapa materi Islami disajikan dengan “tipis” walau tidak mengurangi inti muatan. Cobalah kaji kembali pembahasan Asma di sini mengenai ikhwan dan akhwat, ta’aruf, pergaulan muda mudi Islami, dan tentu saja poligami itu sendiri. Cara pembahasan “melayang” seperti ini tentu berbeda dengan yang dilakukan Asma ketika ia menulis tema Islami dalam buku-bukunya yang memang ditujukan untuk menyampaikan materi tersebut. Misalnya buku Asma yang berjudul “Jangan Jadi Muslimah Nyebelin” atau “Jilbab Pertamaku”. Ke dua buku ini juga dapat menjadi contoh buku Asma yang sangat remaja.
Dari covernya , “Istana Kedua” tampil menarik, dewasa, menyentuh dan mewakili judul maupun isi. Ilustrasi jendela hias yang dilewati rambatan bunga mawar dapat diartikan sebagai jendela istana yang cukup tinggi. Indah namun sekaligus “berbahaya” dengan adanya duri dari bunga mawar. Analogi cerdas untuk situasi yang dialami Arini dan Mei Rose.
Dari segi tema, Asma dengan keyakinan penuh berhasil menyampaikan tema poligami, yang belakangan ini akrab menyapa masyarakat Indonesia, lengkap dengan pro dan kontranya, dari sudut pandang yang berbeda dengan tulisan-tulisan lain yang kebanyakan menyoal poligami dari sisi setuju atau tidak. Asma memotret poligami dari sudut pelakunya, dari sudut “permaisuri istana pertama”, dan dari sudut “ratu istana kedua”. Lengkap dengan problematika masing-masing.
Masalah masing-masing tokoh membuat buku ini menjadi “kaya” akan ekspresi emosi dan penuh “warna”. Dari sisi psikologis, Asma berhasil membuat tiap tokoh kuat secara karakter, dan terutama berperilaku sesuai dengan kondisi psikologisnya. Sungguh, ini menjadi kelebihan yang sangat berarti bagi novel ini. Tentunya, keberhasilan penokohan ini bukan kebetulan. Saya pribadi yakin, Asma tentu membangun tokoh-tokohnya setelah melalui riset literatur atau pengamatan yang tajam dalam kehidupan sehari-hari.
Jujur saja, novel Indonesia seringkali mengabaikan konsistensi dan kewajaran karakter tokohnya. Tak jarang, seorang tokoh yang digambarkan berkepribadian A tapi berperilaku B. Atau, seorang tokoh yang berperilaku C diceritakan melakukan suatu tindakan tertentu “hanya” karena D. Dipandang dari sisi psikologi, hal-hal tersebut seringkali mustahil dan sangat mengganggu jalan cerita.
Tapi Asma tidak demikian. Setiap tokohnya digambarkan dengan rinci dan konsisten, dengan gambaran kepribadian yang jelas dan kuat, sehingga terangkai perkembangan kepribadian tiap tokoh yang logis. Perubahan tingkah laku yang mungkin terjadi dari pemaknaan peristiwa yang terjadi pada masing-masing tokoh menjadi sangat masuk akal. Sedikit “bocor” pada tokoh Arini dan Pras, namun secara keseluruhan penokohan Asma boleh diacungi jempol.
Tokoh Arini, sentral utama, “permaisuri Istana Pertama”, dilukiskan sebagai wanita Jawa yang taat beribadah, penuh mimpi dan tipe wanita, istri, dan ibu yang setia dan mengabdi untuk keluarganya. Karenanya dapat dimaklumi ketika Arini membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menerima kenyataan bahwa pengabdiannya dikhianati.
Sedikit ganjil adalah ketika Arini, yang tipe kepribadiannya penuh dengan khayalan dunia dongeng, berpikir sesuatu yang serius menghadapi pernikahannya. Apalagi di halaman 33, dijelaskan bahwa Arini menggunakan istilah-istilah dongeng dalam kesehariannya; pangeran dan putri untuk mengganti ikhwan dan akhwat, kuda untuk mengganti motor, dan kereta kencana untuk menggantikan angkutan umum. Walaupun keterangan ini digunakan untuk menegaskan kecintaan Arini terhadap segala hal yang berhubungan dengan dongeng, tapi pada kenyataannya penjelasan ini hanya menguatkan kesan “tidak matang” pada diri Arini. Saya ebih cenderung mengatakan bahwa penggunaan istilah dongeng dalam kehidupan Arini seperti yang dijelaskan di atas terlalu berlebihan, terkesan dibuat-buat, dan tidak penting. Hematnya penjelasan ini dapat dihapuskan.
Penekanan lain tentang kecintaan Arini pada dunia dongeng tampak dari kata “Istana” yang di”pinjam” Asma dari tokoh utama ini. Memang, “keterikatan” Arini dengan dongeng terasa amat ditekankan, terutama di bab-bab awal. Walaupun pada awalnya hal ini menjadi semacam sikap konsisten Asma atas jalinan cerita dengan dongeng dan judul yang diambil, namun lambat laun, hal ini terasa berlebihan. Seperti juga pengulangan penjelasan bahwa Arini adalah seorang penulis, pada kenyataannya, ini memberi efek membosankan bagi pembaca.
Tokoh selanjutnya adalah Pras. Lelaki yang digambarkan setia,”lurus”, namun kemudian terjebak poligami karena kebaikan hatinya sendiri. Tidak ada yang luar biasa dari sosok Pras yang digambarkan. Pertanyaan timbul ketika cerita sampai pada saat Pras “terjebak” menanti Mei Rose melahirkan, dan mengapa Pras masih berada di rumah sakit saat Mei Rose siuman, atau mengapa Pras juga ada di kamar rumah sakit Mei Rose setelah Mei berusaha bunuh diri untuk ke dua kalinya. Pertanyaan terbesar justru muncul ketika pembaca menyadari bahwa Pras membawa Mei ke rumah sakit, bahkan menunggui Mei melahirkan, tanpa menghubungi istrinya! Padahal, kejadiannya bukan semenit dua menit. Padahal ini sudah jaman telepon genggam. Padahal juga di pertengahan cerita, diungkapkan betapa setianya seorang Pras. Hingga, ketika ia masih pria lajang, kalimat-kalimat cinta pun ia bukukan khusus untuk calon istrinya, karena tak mau istrinya menerima pernyataan cinta yang pernah ia berikan pada wanita lain! Maka aneh rasanya jika seorang Pria seperti Pras berlama-lama dengan wanita yang bukan istrinya, bukan muhrimnya, dalam keadaan luar biasa, dapat melakukannya tanpa menghubungi istrinya.
Atau memang seorang Asma Nadia ingin menunjukkan pada pembaca, bahwa laki-laki, bagaimanapun juga, tetaplah seorang laki-laki. Seperti kucing yang diberi ikan, pasti akan diambilnya.
Tokoh ketiga, “penguasa istana kedua”, Mei Rose. Asma menggambarkan karakter tokoh ini dengan begitu detil, penuh “warna”, sarat derita sekaligus sangat kuat. Gaya penuturan untuk Mei jauh berbeda dengan gaya tutur yang dilakukan Asma pada Arini maupun Pras. Sekali lagi, ini membuktikan kehebatan Asma sebagai penulis serba bisa. Menarik untuk mengikuti perjalanan hidup Mei dan selanjutnya kisah perjalanan itulah yang akan membuat pembaca memahami perilaku Mei.
Kejutan pertama diberikan Asma di halaman 58. Emosi pembaca yang sudah terbangkitkan dengan semangat bahagia, terempas situasi mencekam yang terjadi. Selanjutnya, di bab delapan, Asma kembali mampu membuat perasaan pembaca tercabik-cabik membaca jalan hidup Mei Rose. Walau demikian, ada pergulatan batin Mei yang digambarkan mengalir dan sangat wajar di bab sebelas. Namun, tampaknya, kehidupan Mei Rose memang selalu membuat pembaca merasa “tertekan”, menahan nafas, dan tersentak oleh penyelesaian yang luar biasa,(seperti pada halaman142 dan berakhir di halaman 148). Di halaman-halaman itu Asma kembali menggambarkan salah satu episode dramatis yang dialami Mei Rose dengan cepat, mencekam, tragis. Sempurna.
Satu lagi yang perlu dicatat sebagai kelebihan Asma adalah ketika ia menceritakan tentang keganjilan perilaku David di bab delapan. Tanpa perlu berpanjang-panjang, Asma mampu mengangkat satu penyimpangan perilaku yang masuk akal dan membuat pembaca mengerti kemungkinan penyebab dibalik tingkah laku tersebut. Seperti juga penggambaran karakter tokoh lainnya dalam cerita ini, tak mungkin bentuk perilaku tidak normal David digambarkan Asma tanpa riset terlebih dulu. Satu pembuktian yang disajikan secara santun, dan mungkin tak disadari banyak orang namun justru menunjukkan kelebihannya. Khas seorang Asma.
Di luar cara penulisan dan penokohan yang telah disebutkan di atas, ada hal-hal lain yang menarik untuk dikomentari pada buku ini. Sehubungan dengan judul dan tema buku, agak mengherankan mengapa Asma tidak menuntaskan penjelasan mengenai poligami secara tuntas dalam satu bagian. Tentu Asma mempunyai alasan tersendiri untuk memilih menjelaskan konsep poligami secara tersirat pada halaman 101, yang memungkinkan timbulnya interpretasi berbeda-beda pada pembacanya, dan tidak menggabungkannya dengan penjelasan pada halaman 223 sampai 225.
Selanjutnya, yang menarik untuk dikomentari adalah masalah wanita, istri dan atau ibu yang dikemukakan di buku ini. Dalam kaitannya dengan rasa percaya diri wanita, istri dan ibu, serta hubungannya dengan penyebab seorang suami berpaling pada wanita lain atau menjadi pelaku poligami, adalah melulu mengenai berat badan (kegemukan atau tidak), perubahan bentuk tubuh setelah melahirkan, dan bagaimana seorang istri atau ibu tidak atau kurang merawat diri setelah mempunyai anak karena sibuk mengurus anak dan rumah tangga.
Begitupun dengan pihak suami. Memasalahkan hal yang sama. Apakah sebegitu “dangkal”nya cinta seorang suami pada seorang wanita yang sudah menjadi istrinya, ibu dari anak-anaknya, hanya diukur sebatas fisik ? Hal ini tersurat dalam banyak bab di novel ini. Terutama pada pembicaraan teman-teman kantor Pras yang “memanas-manasi” Pras untuk melirik wanita lain, berkisar seputar perubahan tubuh istrinya sebelum menikah dan setelah memiliki anak. Atau menyalahkan istri yang tidak mampu merawat tubuh dan menjaga penampilan karena sibuk mengurus anak, suami dan rumah tangga, dan seterusnya.
Apakah benar hanya ini masalah yang potensial membuat para suami berpaling atau menjadi pelaku poligami ? Apakah tidak terlalu “kejam” seorang suami menilai istri dan ibu anak-anaknya hanya dari tampilan fisik ?
Kalau saja masalah berat badan dan bentuk tubuh sedikit ditambah dengan masalah-masalah lain yang lebih “berat” dan lebih “dalam”, yang potensial menjadi penyebab seorang suami berpoligami, atau paling tidak membuat seorang suami tergoda wanita lain, tentu cerita ini akan lebih menarik dan berarti.
Hal menarik lainnya adalah kesimpulan yang diambil Arini tentang perniahan suaminya. Arini berpendapat bahwa bagaimanapun, jika suaminya menikah lagi, maka Arini dan anak-anaknya tidak dapat mencegah. Apakah benar demikian ? Bukankah, paling tidak, jika pun Arini mengetahui hal ini setelah terjadi, Arini dapat mengajukan keberatannya, tidak saja pada istri ke dua suaminya, tapi juga terhadap suaminya sendiri ?
Poin lain yang juga menarik dalam porsinya yang kecil dan bersifat sebagai “tambahan” adalah pemikiran Asma yang tertuang pada halaman 27 dan 28, ketika Asma, sebagai tokoh Mei Rose memberikan suatu sudut pandang berbeda tentang tujuh orang kerdil dalam cerita putri salju. Unik dan orisinil.
Satu masukan untuk Asma, beberapa kata-kata dalam bahasa Chinese kiranya dapat diberi catatan kaki untuk artinya.
Lepas dari itu semua, ada hal penting yang bisa didapatkan pembaca dengan membaca “Istana Kedua” karya Asma Nadia ini. Pembaca akan belajar bahwa dibalik setiap tindakan manusia, pasti ada alasan yang menyebabkan seseorang berlaku demikian. Mei Rose seolah sudah tidak normal lagi dengan meminta seseorang menjadi suami part timer bagi dirinya, tanpa perlu menafkahi lahir batin. Tapi, ketika pembaca sudah “mengenal” Mei Rose lebih jauh, walau pahit, pembaca akan mengerti mengapa ia berbuat demikian, tanpa pembaca perlu menyatakan pendapatnya.
Poin kedua adalah pentingnya berkomunikasi dan keberanian menyatakan pendapat. Dengan dua hal ini, maka seseorang tidak akan berlarut-larut dalam masalah. Situasi tidak menyenangkan dapat segera tertangani .
Jika saja Arini berani menanyakan kebenaran situasi yang ada sejak awal ia mengetahui adanya masalah, ia tak perlu berlama-lama berkubang dalam suasana hati gundah gulana. Kepastian, walau mungkin menyakitkan, tentu akan lebih baik daripada ketidakpastian. Dengan kepastian, Arini dapat segera menata hati dan pikirannya untuk menjalani kehidupan.
Demikian pula dengan Pras. Jika saja Pras berani mengkomunikasikan situasi yang ia hadapi, tentu ia tidak akan “terperosok” lebih jauh dalam “jurang” kesalahan.
Poin ketiga adalah kemampuan seseorang untuk belajar dari kehidupan dan tidak membuat kesalahan yang sama. Mei Rose adalah tokoh yang tepat menggambarkan sosok seseorang yang jatuh bangun menjalani kehidupannya. Ia belajar untuk tidak mengalami penderitaan yang pernah ia jalani. Kalaupun kemudian ia menjalani kehidupannya dengan cara yang dipandang miring oleh banyak orang, paling tidak, Asma “memaksa” pembacanya untuk, memahami alasan Mei Rose mengambil langkah tersebut, tanpa perlu memberikan penilaian.
Dari pembahasan di atas, maka, kita paham bahwa novel Istana Kedua karya Asma Nadia ini mampu memberikan “warna” lain tentang poligami. Tidak menuntut pembaca untuk memberikan persetujuan atau ketidaksetujuan, tapi memberikan kesempatan pada pembaca untuk memiliki satu potret lengkap poligami. Suatu cerita yang lebih pantas disebut sebagai bahan renungan kehidupan daripada novel hiburan biasa.(DMA/A08)
Labels: media, tulis menulis
Friday, November 14, 2008
Buku baru aku udah terbit. Kerjasama dengan Nagiga, penulis buku cerita anak2.
Disini aku benar-benar menulis sebagai profesional. Karena aku membahas berbagai masalah anak yang sehari2 dihadapi ortu. Disajikan dengan sangat menarik oleh Nagiga dalam bentuk cerpen.
Sudah beredar di Gramedia dan teman-teman toko buku lainnya.
Contoh Kasus yang dibahas :
**"Ida senang melihat keakraban Faizal dengan nenek dan kakeknya. Tapi di sisi lain, Ida merasa sedih karena pengasuhan Faizal ditangan nenek dan kakeknya seringkali bertolak belakang dengan kesepakatan Ida dan suaminya sebagai orang tua.Padahal, sehari-hari Faizal diasuh oleh nenek dan kakeknya karena Ida dan suaminya bekerja. Bagaimana orang tua menghadapi kondisi ini ? Cara apa yang dapat digunakan untuk menengahi masalah ini ?
**Laila, mama Zaki, bingung. Ia baru mengetahui kenyataan bahwa pengasuh anaknya sering "menjahati" Zaki ketika ia tidak di rumah. Zaki menjadi anak yang rewel dan murung. Harus bagaimanakah Laila? Mau memarahi Yumi, takut Yumi semakin "kejam" pada anaknya, padahal ia tidak ada.Mau ganti pengasuh, tidak mudah. Mau berhenti kerja, tidak mungkin.Apa yang dapat dilakukan Laila ?
Hayu...buruan dibaca ya....
Catatan : boleh pesan langsung ke aku.Harga Rp. 24.000 plus ongkir ke Jakarta lewat PT.Pos Indonesia Rp. 5.000 saja.Yang mo pesen langsung send email aja ke sini. Yuuk monggo dibeli. Labels: buku, media, tulis menulis
Wednesday, July 23, 2008
Buku Aku Udah terbit!!

Akhirnya...akhirnya... Alhamdulillah, ya Allah, terimakasih.
Sebuah persembahan untuk Ibu dan Bapak tercinta
Tanda kasih untuk suami dan anak, tercinta
Keluarga besar, sahabat dan teman-teman suporter
dan terutama,
Untuk semua yang memerlukan, semoga bermanfaat. Buku Stres pada Anak
(Dian Ibung, Psi.)
penerbit : PT. Elex Media Komputindo
Berisi informasi lengkap tentang penyebab, gejala, reaksi, cara penanganan dan pencegahan, serta tips-
tips praktis mengenai stres pada anak. Disertai lebih dari 90 kasus aktual yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, mungkin Anda alami.
Prof. Sawitri Supardi Sadarjoen, Psi Klin., dalam pengantarnya menyatakan bahwa buku ini merupakan panduan praktis yang tepat untuk meningkatkan kepekaan orang tua mengenai kondisi anaknya.
This’s a must read book bagi orang tua atau mereka yang perduli tentang kondisi buah hatinya dan ingin meningkatkan kepekaan kapan harus membantu dan kapan harus “membiarkan” anak menjalani sendiri tahapan perkembangannya.
Labels: buku, media, tulis menulis
Tuesday, March 04, 2008
Artikel Bully, dimuat di www.ibuhamil.com
Belakangan ini seringkali kita dengar istilah Bullying Sebenarnya, apa sih yang disebut dengan Bullying ?Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku), yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau bully girl)berupa stres (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas, dan lainnya). Apalagi Bully biasanya berlangsung dalam waktu yang lama (tahunan) sehingga sangat mungkin mempengaruhi korban secara psikis.
Sebenarnya selain perasaan-perasaan di atas, seorang korban Bully juga merasa marah dan kesal dengan kejadian yang menimpa mereka. Ada juga perasaan marah, malu dan kecewa pada diri sendiri karena “membiarkan” kejadian tersebut mereka alami. Namun mereka tak kuasa “menyelesesaikan” hal tersebut, termasuk tidak berani untuk melaporkan pelaku pada orang dewasa karena takut dicap penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan.
Dengan penekanan bahwa bully dilakukan oleh anak usia sekolah, perlu dicatat bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah adalah adanya egosentrisme (segala sesuatu terpusat pada dirinya) yang masih dominan. Sehingga ketika suatu kejadian menimpa dirinya, anak masih menganggap bahwa semua itu adalah karena dirinya.
Bentuk Bully terbagi dua, tindakan langsung seperti menyakiti, mengancam, atau menjelekkan anak lain. Sementara bentuk tidak langsung adalah menghasut, mendiamkan, atau mengucilkan anak lain.
Apapun bentuk Bully yang dilakukan seorang anak pada anak lain, tujuannya adalah sama, yaitu untuk “menekan” korbannya, dan mendapat kepuasan dari perlakuan tersebut. Pelaku puas melihat ketakutan, kegelisahan, dan bahkan sorot mata permusuhan dari korbannya.
Karakteristik korban Bully adalah mereka yang tidak mampu melawan atau mempertahankan dirinya dari tindakan Bully. Bully biasanya muncul di usia sekolah. Pelaku Bully memiliki karakteristik tertentu. Umumnya mereka adalah anak-anak yang berani, tidak mudah takut, dan memiliki motif dasar tertentu.
Motif utama yang biasanya ditenggarai terdapat pada pelaku Bully adalah adanya agresifitas. Padahal, ada motif lain yang juga bisa dimiliki pelaku Bully, yaitu rasa rendah diri dan kecemasan. Bully menjadi bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang digunakan pelaku untuk menutupi perasaan rendah diri dan kecemasannya tersebut. “Keberhasilan” pelaku melakukan tindakan bully bukan tak mungkin berlanjut ke bentuk kekerasan lainnya, bahkan yang lebih dramatis.
Ada yang menarik dari karakteristik pelaku dan korban Bully. Korban Bully mungkin memiliki karakteristik yang bukan pemberani, memiliki rasa cemas, rasa takut, rendah diri, yang kesemuanya itu (masing- masing atau sekaligus) membuat si anak menjadi korban Bully. Akibat mendapat perlakuan ini, korban pun mungkin sekali menyimpan dendam atas perlakuan yang ia alami. Selanjutnya, bukan tak mungkin, korban Bully, menjadi pelaku Bully pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendapat kepuasan dan membalaskan dendam. Ada proses belajar yang sudah ia jalani dan ada dendam yang tak terselesaikan. Kasus di sekolah-sekolah, dimana kakak kelas melakukan Bully pada adik kelas, dan kemudian Bully berlanjut ketika si adik kelas sudah menjadi kakak kelas dan ia kemudian melakukan Bully pada adik kelasnya yang baru, adalah contoh dari pola Bully yang dijelaskan di atas.
Tindakan Bullying bisa terjadi dimana saja, terutama tempat-tempat yang tidak diawasi oleh guru atau orang dewasa lainnya. Pelaku akan memanfaatkan tempat yang sepi untuk menunjukkan “kekuasaannya” atas anak lain, agar tujuannya tercapai. Sekitar toilet sekolah, pekarangan sekolah, tempat menunggu kendaraan umum, lapangan parkir, bahkan mobil jemputan dapat menjadi tempat terjadinya Bullying. Sebagai orang tua, kita wajib waspada akan adanya perilaku bullying pada anak, baik anak sebagai korban atau sebagai pelaku.
Beberapa hal yang dapat dicermati dalam kasus Bullying adalah :
A.Anak Menjadi Korban
Tanda-tanda :
1.Munculnya keluhan atau perubahan perilaku atau emosi anak akibat stres yang ia hadapi karena mengalami perilaku bullying (anak sebagai korban).
2. Laporan dari guru atau teman atau pengasuh anak mengenai tindakan bullying yang terjadi pada anak.
Penanganan :
1. Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2. Bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak.JANGAN PERNAH MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying yang ia alami.
3. Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan masukan pihak lain.
4. Amati perilaku dan emosi anak anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak anda di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
5. Binalah kedekatan dengan teman-teman anak anda. Cermati cerita mereka tentang anak anda. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
6. Minta bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
Pencegahan :
1. Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada orang dewasa / guru / orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying. Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
a. Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan yang prima.
b. Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
2.Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk itu, selain kemampuan mempertahankan diri secara psikis seperti yang dijelaskan di no. 1a. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
3.Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang.
4. Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban bullying karena :
a. Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa temannya pelaku bullying pada teman lainnya.
b. Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela si anak.
c. Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami.
B. Anak sebagai Pelaku
Tanda-tanda :
1. Anak bersikap agresif, terutama pada mereka yang lebih muda usianya, atau lebih kecil atau mereka yang tidak berdaya (binatang, tanaman, mainan).
2. Anak tidak menampilkan emosi negatifnya pada orang yang lebih tua / lebih besar badannya / lebih berkuasa, namun terlihat anak sebenarnya memiliki perasaan tidak senang.
3. Sesekali anak bersikap agresif yang berbeda ketika bersama anda.
4. Melakukan tindakan agresif yang berbeda ketika tidak bersama anda (diketahui dari laporan guru, pengasuh, atau teman-teman).
5. Ada laporan dari guru / pengasuh / teman-temannya bahwa anak melakukan tindakan agresif pada mereka yang lebih lemah atau tidak berdaya (no. 1).
6. Anak yang pernah mengalami bully mungkin menjadi pelaku bully.
Penanganan :
1. Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan
2. Cari penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi korban.Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresifitasnya yang berbeda.
3. Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
Pencegahan :
1. Anak dapat menjadi pelaku bullying antara lain bila si anak mengalami rasa rendah diri. Karena itu, upayakan untuk mendidik anak dalam suasana penuh kasih sayang yang mendidik anak untuk memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri. Kasih sayang yang nyata juga membuat anak merasa aman dan cenderung lebih mau bekerja sama dengan orang tua / guru. Namun hati-hati jangan sampai memanjakan anak yang berdampak kerugian di pihak anak.
2. Waspada jika anak menunjukkan agresifitas yang berlebihan, terutama pada mereka yang lebih lemah (adiknya, pengasuh, teman bermain yang lebih kecil atau pendek badannya) atau bahkan binatang, tanaman dan mainannya.
3. Jika anak anda pernah menjadi korban bully, untuk mencegah ia menjadi pelaku bullying di kemudian hari, mintalah bantuan ahlinya agar masalah terselesaikan dengan baik dan tidak ada dendam di kemudian hari. Amati perilaku dan kondisi emosi anak dari waktu ke waktu, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu.
4. Usahakan selalu bersikap terbuka dan rajin berdiskusi dengan anak tentang berbagai hal. Selalu siap memberi komentar positif dan hindari menghakimi anak.Namun jangan sampai “mencelakakan” anak dengan memanjakan anak berlebihan.
Tulisan ini diharapkan cukup memberi gambaran mengenai bullying, bahayanya dan cara-cara penanganan dan pencegahan yang praktis untuk dilakukan. Dan karena itu STOP BULLYING!
____________
ps: Mba Yayi, thx...
Labels: Gado-gado, tulis menulis
Thursday, December 27, 2007
Cinta, Matahari
Iya. Betul. Ini surat untuk kamu. Untuk kamu, cintaku.
Matahariku.
Kamulah semangatku.
Hitungan detikku.
Jangan bilang ini gombal.
Jangan bilang tulisan ini gak mutu.
Karena, justru disinilah aku jujur terhadap perasaanku.
Bahwa kamulah Matahariku.
Cinta, Matahari...
Setiap waktu yang kita punya, dulu
Sungguh harta tak ternilai, bagiku
Setiap cinta kamu, Cinta, Matahari, kunikmati
Kuhisap dalam-dalam
Kubiarkan mengalir di sekujur tubuhku
Karena kamulah Cinta, Matahari-ku
Cinta, Matahari....
Maka ketika kamu tinggalkan aku
Melangkah pergi untuk dirinya, mawar merah yang cantik tapi berduri
Sungguh, aku dalam malam, Cinta....
Matahari...
Aku hilang arah...
Cinta...
Kamu tahu kan... setiap makhluk perlu Matahari
Maka, begitu yang terjadi pada diriku...
Aku tidak rindu padamu Cinta...
Karena aku MEMBUTUHKAN-MU, Matahariku
Cinta, Matahari
Aku tak ingin menangis
Tapi air mata begitu mengerti
akan kepedihan karenamu, pergi, tinggalkan aku
Cinta, Matahari....
Segala ratap pasti kuberi
Semua cinta...
Sepenuh kasih....
Semuanya...
Karena kamulah Cintaku
Matahariku
Cat : untuk teman yang begitu terluka karena kepergian cintanya
"dan mencintaimu tak lagi indah ketika terluka "Labels: CInta, Friends, Sendu, tulis menulis
Monday, December 24, 2007
Patah Hati
Sungguh, aku mencintaimuDanMelihatmu menjauhMemilih dirinyaMeninggalkankuSungguh, aku mencintaimuKarenanyaAku menangisMenyelami pedihSungguh, aku mencintaimuDengan luka iniDalam rindu iniSungguh, aku mencintaimuMelebihi segala cintaMengambang dalam setiap pusaran gerakkuBerdesir di setiap denyut jantungMenari dalam setiap mimpikuSungguh, aku mencintaimuKarenanya.....Sungguh, aku mencintaimuKarenanya....karenanya...**Untuk seorang teman yang lagi patah hati ditinggal kawinLabels: CInta, poem, tulis menulis